Manajemen Pendidikan
Yogyakarta
Dalam
bukunya Paul Ernest yang berjudul The Philosophy of Mathematics Education
menjelaskan bahwa dalam peta pendidikan yang dibuatnya ada lima ideologi yang menjadi karakter
suatu bangsa. Lima ideologi pengajaran matematika adalah industrial
trainer, technological pragmatism, old humanist, progressive educator, dan
public educator
industrial trainer
Orang-orang ini berpendapat
bahwa hal-hal yang dilakukan untuk kepentingan industri termasuk
pendidikan, ditujukan untuk hal-hal yang dapat diubah oleh siswa menjadi pekerja. Sisi kemanusiaan
orang-orang ini mengurangi kebutuhan siswa dengan memberdayakan siswa melalui
pembelajaran matematika yang menjadi dasar persiapan untuk dunia kerja.
Matematika merupakan landasan ilmu bagi sumber pengetahuan lainnya. Saat
ini Kurikulum
2013 hadir untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya kepribadian dan kewirausahaan pada peserta didik
agar kelak memiliki kecakapan hidup untuk menghadapi tantangan globalisasi. Bagi
pembangun industrial trainer teori sosial yang menginginkan siswa menjadi pemimpin
yang kuat
relevan dengan prinsip-prinsip kurikulum 2013. Siswa, menurut sifat teori
ini adalah
bejana kosong.
Tujuan pengajaran matematika dalam
kelompok ini
adalah untuk kembali ke dasar, dengan siswa diharuskan memiliki keterampilan
pedagogis dasar. Teori belajar yang digunakan adalah kerja keras, tugas, praktek,
hafalan
sedangkan teori pengajaran yang digunakan adalah transfer pengetahuan. Dalam hal ini guru memberikan pengetahuan kepada
siswa
sehingga guru dan siswa memiliki pemahaman yang sama. Guru adalah sumber belajar dalam teori ini, evaluasi dalam Industrial
Trainer bersifat otoriter, lapisan masyarakat atas bertugas mengontrol dan mengontrol lapisan
bawah.
Keragaman sosial tidak menjadi masalah dalam matematika kecuali siswa
membutuhkan pengelompokan dalam keterampilan matematika.
technological
pragmatism
Dalam Ideologi ini
merupakan sikap dan perilaku yang tidak menginginkan adanya perubahan mendasar
dalam suatu
sistem.
Sikap kaum konservatif ini cenderung mempertahankan dan mempertahankan sistem yang ada.
Bahkan ketika seseorang melakukan perubahan, biasanya terjadi karena tekanan dari pihak
ketiga atau karena mereka sudah dalam kondisi mendesak atau kritis. Ideologi ini
memandang matematika sebagai ilmu kebenaran dimana kebenaran suatu ilmu dibandingkan
dengan
rasionalisme dan empirisme, sehingga kebenaran ilmu bersifat empiris dan rasional.
Proses pembelajaran matematika pada kurikulum 2013 lebih cenderung mengarahkan
siswa untuk mendemonstrasikan sesuatu berdasarkan pengalaman langsung
atau instruksi langsung.
Teori sosial dalam ideologi ini meyakini bahwa pemenanglah yang pantas menjadi
pemimpin. Jika mengacu pada pembelajaran, maka kurikulum yang berlaku saat ini sangat
tidak tepat karena kurikulum 2013 menitikberatkan pada 4 aspek perkembangan yaitu (1)
Spiritual, (2) Sikap Sosial, (3) Pengetahuan dan (4) Keterampilan, yang artinya
seorang
pemimpin cerdas, baik hati dan terampil. Begitu pula dengan pendidik
industri, sifat peserta didik dalam pragmatis teknologi adalah bejana kosong
dan tidak sesuai dengan prinsip kurikulum 2013. Berpikir dan mengamalkan merupakan teori
belajar dari ideologi ini, sehingga siswa membutuhkan alat peraga dalam
proses belajarnya. Guru dapat menggunakan teknologi sebagai alat bantu,
dalam hal ini menggabungkan manual dengan alat bantu aritmatika seperti
kalkulator. Teori mengajar dilakukan melalui motivasi eksternal, teori
tersebut meyakini bahwa kemampuan mengajar dan memotivasi dapat dibangun melalui
relevansi pekerjaan. Dalam hal keragaman sosial dan pendidikan,
nilai-nilai pragmatis teknologi lebih bermanfaat untuk pekerjaan di masa depan.
old humanist
Ideologi ini melihat manusia sebagai
pusat dan bukan pada Tuhan. Ideologi ini melihat matematika sebagai struktur
kebenaran. Nilai-nilai moral diajarkan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Hal
ini menyiratkan bahwa orang tua berperan dalam menentukan moral anak-anaknya.
Teori sosial ideologis ini berpendapat bahwa masyarakat harus melestarikan
budaya sesuai dengan landasan hukum kurikulum 2013 yang menyatakan bahwa
kualifikasi pengetahuan yang dimiliki peserta didik adalah pengetahuan faktual
dan konseptual ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya dalam intuisi
kemanusiaan, kebangsaan, negara dan peradaban. Teori ideologi ini mendukung
esensi kewajiban bagi siswa untuk membiasakan diri dan menanamkan nilai-nilai
karakter. Menurut pandangan ini, bakat dan kejeniusan matematika diwariskan dan
kemampuan matematika dapat diidentifikasi dengan kecerdasan murni.
Pendidikan diberikan agar siswa
mengetahui bakatnya dan mampu mengembangkannya. Tujuan pengajaran
matematika pada kelompok ini adalah transfer
of knowledge. Artinya dalam
pembelajaran matematika guru mentransfer
pengetahuan kepada siswa sehingga siswa
dan guru memiliki pemahaman yang sama. Pemahaman dan penerapan adalah teori belajar yang diyakini dan digunakan oleh orang-orang tersebut dengan teori pengajaran yang masih mengajar. Peran guru dalam perspektif ini
adalah untuk mengkomunikasikan matematika
yang bermakna memotivasi dan memfasilitasi. Tes eksternal yang didasarkan pada susunan mata pelajaran matematika yang terstruktur dan pada jumlah atau tingkat yang sesuai untuk
keterampilan matematika adalah penilaian yang digunakan dalam teori ini. Dalam ideologi ini, guru perlu
lebih inovatif dan kreatif dalam memberikan
bahan ajar agar siswa lebih memahami dalam penerapannya. Keanekaragaman sosial, matematika bertujuan untuk memanusiakan
manusia untuk tujuan pendidikan.
progressive
educator
Ideologi ini memiliki sikap politik yang bebas
dan ingin maju, selalu menginginkan
perubahan yang progresif dan cepat. Matematika
dipandang sebagai proses berpikir yang
menekankan pada aktivitas dan dunia hubungan atau penalaran sebagai hasil pemikiran manusia yang berkaitan dengan ide, proses dan penalaran. Teori ini sebenarnya
merupakan perluasan dari gagasan pragmatisme pendidikan. Teori ini memandang siswa sebagai makhluk sosial yang
aktif. Orang-orang ini menganut paham
liberal bebas tanpa batasan dari pihak
pemerintah. Sifat siswa dalam
pendidik progresif ini adalah berpusat pada siswa. Artinya siswa adalah subjek yang aktif
dalam kegiatan belajar, dalam arti siswa
belajar dan tumbuh melalui pengalaman di dunia fisik dan sosial. Tujuan pengajaran
matematika menuntut kreativitas siswa dan dalam pembelajaran melibatkan aktivitas siswa. Teori belajar bersifat eksploratif Teori pengajarannya bersifat konstruktivis,
artinya ia membangun dan mengembangkan
pengetahuannya sendiri.
Model pendidikan ini menggunakan alat atau struktur yang memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengeksplorasi diri dan membangun pengetahuannya berdasarkan kebutuhan peserta didik. Evaluasi yang dilakukan oleh kelompok ini adalah Portofolio yang tidak hanya melihat keterampilan praktis siswa tetapi juga mengevaluasi proses untuk
mendapatkannya. Pembelajaran berbasis
penemuan yang diterapkan pada teori ini berdampak bahwa guru banyak
menerima masukan untuk solusi dari
pendapat yang dikemukakan siswa. Sehingga
pembelajaran matematika dapat dikaitkan
dengan budaya lokal atau kehidupan sehari-hari, sehingga matematika lebih mudah dipahami oleh siswa.
public
educator
Ideologi ini berpandangan
bahwa matematika adalah aktivitas sosial, dalam arti semua aktivitas sosial didasarkan pada konsep matematika, sedangkan pada kenyataannya aktivitas
sosial yang dilakukan seseorang tidak selalu dikaitkan dengan konsep matematika, karena terkadang seseorang
tidak menyadari dirinya sendiri. menyadari
bahwa matematika telah mengambil bagian dalam setiap kegiatan
sehari-hari. Dari sudut pandang moral, seseorang bebas melakukan apa yang diinginkannya terlepas dari apakah itu baik atau buruk.
Menurut teori ini, pendidikan harus bertujuan untuk memberikan pengalaman untuk menemukan atau memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan pribadi dan sosial, yang pada dasarnya masyarakat adalah yang terbaik, tetapi masyarakat yang demokratis adalah
masyarakat yang terbaik di mana
ada kesempatan untuk setiap pekerjaan dan dalam demokrasi. tidak mengenal stratifikasi sosial. Tujuan pendidikan
matematika teoretis ini adalah untuk mengembangkan keterampilan manusia secara utuh melalui pembelajaran matematika. Orang tua tidak mengucilkan
anaknya di sekolah.
Teori Pembelajaran
merupakan pembahasan agar siswa diberikan kebebasan sesuai dengan kemampuannya. Sumber
matematika dalam ideologi ini bersifat
abstrak dan diajarkan melalui hal-hal
yang konkrit, yang menjadi permasalahan di masyarakat, melalui proses diskusi dan inkuiri, siswa berusaha membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan konteks dunia nyata yang
diberikan. Dengan ini, guru dapat menemukan
kesulitan siswa dalam memecahkan masalah.
Dengan demikian, siswa mengakomodir berbagai variasi tersebut dan mengembangkan
berbagai kemampuan yang ada pada dirinya, atau heterogen. Saat ini di Indonesia
sendiri tujuan pendidikan lebih diarahkan ke industry. Kelembagaan dan praktek
pendidikan Indonesia masih berupa polapola melanjutkan pendidikan penjajahan
dan budaya colonial.
Review Buku Critique of Pure Reason
|
Nama Buku : Critique of Pure
Penulis : Immanuel Kant
Penerbit :
Cambridge University Press
Tahun Terbit : I998
A. PENDAHULUAN
Manusia percaya bahwa dengan kemampuan pengenalannya mampu mencapai
realitas sebagaimana adanya. Filsuf-filsuf pra-Sokrates misalnya menerima
begitu saja bahwa manusia dapat mengenal hakikat benda, meskipun terkait
mekanisme pengenalan ada yang lebih menekankan peran indra, tetapi ada juga yang
menentang karena lebih menekankan pada akal. Meskipun demikian, keduanya percaya bahwa
pengenalan manusia hingga mencapai pemahaman atas realitas sebagaimana adanya
adalah sesuatu hal yang mungkin (Hamlyn, 1967: 9). Skeptisisme ala kaum Sophis
ini menyebabkan timbulnya epistemologi seperti yang secara tradisional dimaknai
sebagai usaha untuk mencari pembenaran atas pernyataan bahwa pengetahuan itu
mungkin serta untuk menilai bagaimana peranan indra dan akal dalam pengenalan.
Diantara
berbagai macam aliran yang mencoba menyusun teori pengetahuan, ada dua aliran
besar yang sangat berpengaruh kuat, yaitu rasionalisme dan empirisme.
Pertentangan dua aliran besar inilah yang kemudian membentuk gagasan
pengetahuan Immanuel Kant yang dijadikan sebagai pusat kajian dalam artikel
ini. Pemilihan tokoh Immanuel Kant (1724-1804) lebih didasarkan pada
argumentasi bahwa tokoh ini memiliki posisi yang sangat sentral dalam tahap
perkembangan epistemologi Barat, khususnya dalam upaya menjembatani konflik
antara empirisme dan rasionalisme. Oleh karena itu kajian tentang Immanuel Kant
dalam ranah epistemologi tetap akan menempati posisi yang penting.
B. PEMBAHASAN
Immanuel
Kant lahir pada tanggal 22 April 1724 di Konigsberg (dulu adalah ibukota
propinsi Jerman), Prusia Timur. Terlahir sebagai anak keempat dari enam
bersaudara, Immanuel Kant dibesarkan dalam sebuah situasi kemiskinan. Ayahnya
berdarah Skotlandia, sedangkan ibunya berdarah Jerman. Ayah Kant bekerja
sebagai seorang tukang potong tali kulit, sedangkan ibunya adalah seorang
perempuan yang tidak mendapatkan pendidikan formal namun memiliki
"kecerdasan alamiah" yang luar biasa. Kecerdasan inilah yang turun
dalam diri Immanuel Kant.
Pada usia 18 tahun,
Immanuel Kant memasuki Universitas Konigsberg sebagai mahasiswa teologi. Namun
tidak lama setelah itu, minatnya lebih banyak tertuju pada matematika dan
fisika. Kant banyak membaca karya-karya Newton yang kemudian memberikan
inspirasi baginya terkait berbagai kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Kemudian tahun 1755 ia dapat
menyelesaikan studinya dan menjadi pengajar diuniversitas tersebut. Kemudian Immanuel Kant
berhenti mengajar dari Universitas Konigsberg pada tahun 1797 karena mulai
sakit-sakitan. Setelah itu Kant mulai memfokuskan pada kegiatan untuk mengedit
kembali karya-karyanya.
Epistemologi
Immanuel Kant dapat diposisikan sebagai jembatan antara rasionalisme dan
empirisme. Baik rasionalisme maupun empirisme mencoba untuk menjawab persoalan
: “nilai apa yang ada dalam pengetahuan yang saya peroleh mengenai dunia fisik
(material) dan kaitannya dengan apa yang harus saya lakukan?” Pandangan
rasionalisme memulainya dengan asumsi bahwa kepastian/pengetahuan hanya dapat
diperoleh melalui kerja pikiran karena dalam pikiran manusia telah ada ide-ide
bawaan yang bersifat universal. Sifat universal ini dibutuhkan dalam
pengetahuan ilmiah maupun filsafat, tetapi sayangnya rasionalisme gagal untuk
menjelaskan keabsahan pengetahuan tersebut dalam rujukannya kepada dunia alam
tanpa terjatuh pada panteisme.
Immanuel
Kant menyatakan bahwa rasionalisme memiliki sifat analitik apriori (mendahului
pengalaman). Adapun ciri putusan yang bersifat analitik apriori adalah
mengkonstruksi sebuah sistem pengetahuan yang dilengkapi dengan dimensi
universalitas atau keniscayaan. Hanya saja, jenis pengetahuan yang semacam ini
bersifat tautologis, hanya pengulangan dan kurang andal, karena tidak
menyajikan sesuatu yang baru. Sedangkan empirisme memiliki sifat sintesis aposteriori.
Kebenaran sintetik adalah kebenaran bersyarat, tergantung pada bagaimana dunia
sebagaimana adanya (aposteriori – setelah pengalaman). Keunggulan dari jenis
putusan yang bersifat sintesis-aposteriori adalah mampu memberikan pengetahuan
baru. Namun kelemahannya adalah predikat tidak lebih dari fakta pengalaman, sehingga
model putusan yang semacam ini akan kehilangan aspek universalitasnya.Untuk
dapat sampai pada kebenaran yang sintetik apriori maka harus terjadi revolusi
pikiran dari proposisi-proposisi.
C. ANALISIS
Immanuel Kant mempertahankan
pandangannya tersebut di atas dengan mengatakan bahwa sistesis apriori seperti
yang telah dilakukannya di atas adalah mungkin melalui putusan atas perasaan
(judgement of sentiment). Hal inilah yang disajikan oleh kant dalam Critique
of Judgment. Putusan atas perasaan berbeda dengan putusan sintesis apriori,
seperti yang telah Kant sebutkan pada Critique of Pure Reason. Putusan
atas perasaan mengandaikan ada satu forma kosong intelek yang ditentukan oleh
elemen tertentu yang diperoleh melalui proses pengindraan. Jika putusan yang
diperoleh melalui sintesisapriori disebut dengan putusan penting (determining
judgement) maka putusan atas perasaan itu disebut dengan putusan hasil refleksi
(reflecting judgement), meliputi putusan teleologis dan putusan estetis.
Putusan atas perasaan ini berasal dari luar bentuk apriori intelek, yaitu
berasal dari kekuatan afektif kehendak subjek. Oleh karena itu menurut Kant,
putusan yang semacam ini tidak akan memberikan putusan yang tepat, melainkan
hanya memanifestasikan kemendesakkan.
Pemikiran Kant tersebut sangat menarik
karena membuka peluang ke arah metafisika dan pengetahuan yang lebih esensial.
Jika pada pemikiran Kant dalam Kritik atas rasio murni ditegaskan bahwa kita
hanya dapat mengetahui objek sejauh dalam fenomen melalui persepsi inderawi,
maka memang akan menjadi pertanyaan besar terkait dengan objek-objek yang tidak
berfenomen. Konsep Cinta, Keabadian, Tuhan misalnya, tidak dapat dipenuhi
dengan pengalaman inderawi. Jika kemudian atas dasar rasio murni disimpulkan
bahwa karena tidak dapat ditangkap indra maka konsep-konsep tersebut tidak
memadai, tentu ini kesimpulan yang tidak tepat. Hal ini dikarenakan tetap ada
insight pengetahuan untuk hal-hal yang semacam itu. Barangkali pengetahuan yang
semacam ini memang belum lengkap atau belum sempurna, namun bukankah pikiran
manusia senantiasa terbuka dan terus berkembang secara kreatif. Pengetahuan
adalah bagian dari hidup dan kehidupan manusia yang didalamnya terdapat dimensi
historisitas dan sosialitas. Oleh karena itu interaksi dengan waktu, lingkungan,
dan sesamanya akan memacu tumbuhnya pengetahuan secara terus menerus.
D. KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan akan ditegaskan bahwa
pemikiran Kant dalam bidang epistemologi, yang sepenuhnya tercurah dalam
karyanya yang berjudul Critique of Pure Reason ternyata masih menyisakan
persoalan dalam ranah metafisika. Hal ini dikarenakan secara tegas Kant
memisahkan antara fenomena dan noumena. Manusia hanya mampu menangkap fenomena
saja melalui intuisi inderawi dalam ruang waktu yang kemudian dikategori dalam
forma akal. Adapun noumena tidak akan pernah tersentuh. Hal ini jelas
menyisakan pertanyaan terkait dengan peluang manusia untuk sampai pada
pengetahuan yang essensial dan transendental.
Manusia pun memiliki sifat multidimensional, masing-masing dimensi
memiliki peran dan kemudian terlibat secara bersama-sama. Sifat pengetahuan
yang analog sesungguhnya merupakan pemaknaan atas multidimensionalitas
kehidupan manusia. Hal ini membawa konsekuensi pada perlunya dialog
intersubjektif dan keterbukaan secara terus menerus. Pengetahuan adalah sesuatu
hal yang tidak berbatas, pengetahuan manusia karenanya tidak akan pernah sampai
pada ujung perjalanan melainkan hanya terus menerus diperluas cakrawalanya.
TELAAH
KETOPRAK DENGAN LAKON REMBULAN KEKALANG
Narasumber :
Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Mata Kuliah :
Filsafat Pendidikan Sekolah Dasar
Nama :
Bherrio Dwi Saputra
NIM :
21706261009
Peementasan ketoprak dalam rangka dies natalis UNY yang
disutradari oleh Prof. Dr. Suminto A. Sayuti dengan Drs. Sukisno, M. Sn sebagai
penulis naskah ini mengangkat lakon “Rembulan Kekalang”. Adapun lakon “Rembulan
Kekalang” ini bercerita mengenai usaha untuk merebut kekuasaan di tanah Mataram
dengan jalan yang menyalahi norma dan aturan. Lakon ini mewakili salah satu
dari fenomena di masyarakat, yaitu bahwa seseorang bisa jadi akan me-lakukan
segala cara meskipun cara tersebut menentang aturan dan nurani demi mencapai
ambisi, pangkat, kedudukan, kekuasaan, atau martabat yang diinginkannya.
Ceritanya bermula ketika Pangeran Sepuh Purbaya—diperankan oleh
Prof. Dr. Marsigit, M. A.—berniat untuk lengser keprabon (turun
tahta) dan meminta tanggapan dari Patih Singoranu, Demang Danupati, Tumenggung
Pasingsingan, Tumenggung Sindureja, Tumenggung Niti Prakoso, dan permaisuri.
Pada saat itu, Patih Singoranu dan permaisuri menanyakan kepada Pangeran Sepuh
Purboyo apakah sudah dipikir secara matang dan bijaksana niatan tersebut, sebab
rakyat Mataram masih menginginkan Pangeran Sepuh Purboyo menjadi raja Mataram
dan tentu ini akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat tanah Mataram. Akan
tetapi, tanggapan Patih Singoranu tersebut ditentang oleh Tumenggung
Pasingsingan yang berpendapat bahwa seyogyanya sebagai patih haruslah tunduk
dan patuh pada kehendak raja. Lebih lanjut, Tumenggung Pasingsingan ini malah
berburuk sangka dan menuduh bahwa apa yang dilakukan oleh Patih Singoranu
tersebut merupakan akal-akalan dari Patih Singoranu agar dirinya tetap menjadi
patih.
Pangeran Sepuh Purbaya secara resmi menyatakan untuk lengser
keprabon dan diangkatlah Sinuhun Amangkurat atau Pangeran Hadi Mataram
sebagai raja Mataram yang baru. Dengan diangkatnya Pangeran Hadi Mataram
sebagai raja Mataram dan diangkatlah pula Tumenggung Sindureja sebagai patih
menggantikan Patih Singoranu. Tumenggung Pasingsingan tidak terima dengan hal
ini, karena menurutnya dialah yang pantas dan seharusnya diangkat menjadi
patih, bukan malah Tumenggung Sindureja. Akhirnya, Tumenggung Pasingsingan
merasa putus asa dan memikirkan berbagai cara agar ambisinya untuk menjadi
patih di kerajaan Mataram tersebut dapat terwujud. Lalu, bagaimanakah cara yang
ditempuh oleh Tumenggung Pasingsingan untuk merealisasi-kan ambisinya tersebut?
Pada suatu ketika Pangeran Timur—saudara dari Pangeran Hadi
Mataram—secara tidak sengaja bertemu dengan Rara Mangli—anak dari Tumenggung
Pasingsingan. Karena paras cantik dari Rara Mangli ini, Pangeran Timur jatuh
hati dengan Rara Mangli dan berniat untuk memperistrinya. Akan tetapi, Rara
Mangli belum bisa memutuskan apakah bersedia menjadi istri dari Pangeran Timur
dan ia meminta waktu kepada Pangeran Timur untuk memutuskan hal tersebut.
Akhirnya, Pangeran Timur-pun datang menghadap kedua orang tua Rara Mangli
dengan niatan untuk meminta izin memperistri Rara Mangli—yang pada saat itu
juga Yu Genuk berada di antara mereka. Kedua orang tua Rara Mangli menyerahkan
keputusannya kepada Rara Mangli sebab ia sendirilah yang nantinya akan menjalani
kehidupan berkeluarga. Rara Mangli bersedia menjadi istri Pangeran Timur, namun
dengan satu permintaan, yaitu Pangeran Timur harus naik tahta menjadi raja
kerajaan Mataram.
Tentu, apa yang menjadi permintaan Rara Mangli tersebut membuat
Pangeran Timur murka, sebab ia tidak mungkin membunuh kakanya sendiri, yaitu
Pangeran Hadi Mataram, untuk merebut tahta Mataram. Tumenggung Pasingsingan-pun
memanfaat-kan situasi ini untuk memperkeruh suasana—agar ambisinya untuk
menjadi patih di kerajaan Mataram dapat tercapai. Ia mengungkapkan bahwa
apabila Pangeran Timur tidak bersedia menuruti permintaan anaknya, maka ia
tidak akan merestui Rara Mangli untuk diperistri oleh Pangeran Timur.
Tumenggung Pasingsingan juga menyebutkan bahwa apabila Pangeran Timur benar-benar
mencintai Rara Mangli seharusnya apa yang diminta oleh Rara Mangli tersebut
tetap dipenuhi, ibarat sadumuk bathuk sanyari bumi ditohi pati.
Demi mewujudkan ambisinya untuk menjadi patih Mataram, Tumenggung
Pasingsingan memutuskan untuk menawarkan diri kepada Pangeran Timur bahwa dia
sendirilah yang akan membunuh Pangeran Hadi Mataram agar Pangeran Timur bisa
menjadi raja Mataram. Keputusan ini menyebabkan Nyi Menggung Pasingsingan tidak
habis pikir mengapa suaminya bisa memiliki ambisi sebesar itu dan tentunya Nyi
Menggung Pasingsingan menentang keputusan yang dibuat oleh suaminya tersebut
karena ia takut jika Tumenggung Pasingsingan sendirilah yang akan mati pada
akhirnya. Tumenggung Pasingsingan berdalih bahwa apa yang menjadi keputusan dan
apa yang akan ia lakukan tersebut demi keinginan, kebahagiaan, dan kemuliaan
sang anak.
Yu Genuk yang mengetahui rencana jahat Tumenggung Pasingsingan,
memutuskan untuk menyampaikan hal tersebut kepada suaminya, yaitu Tumenggung
Niti Prakoso. Tumenggung Niti Prakoso mempercayai apa yang disampaikan oleh Yu
Genuk dan ia langsung menemui Pangeran Sepuh Purbaya untuk menyampaikan hal
tersebut. Pada suatu malam, Tumenggung Pasingsingan menyirep prajurit yang
menjaga kerajaan Mataram demi melancarkan aksinya untuk membunuh Pangeran Hadi
Mataram. Namun sayangnya, aksi yang dilakukan oleh Tumenggung Pasingsingan
tersebut ketahuan oleh Pangeran Sepuh Purbaya dan Tumenggung Niti Prakoso.
Meskipun mencoba berkilah, tetap saja Pangeran Sepuh Purbaya tidak mempercayainya,
sebab ia sudah memperoleh semua informasi yang sesungguhnya dari Tumenggung
Niti Prakoso. Melalui perkelahian yang cukup sengit, akhirnya Tumenggung
Pasingsingan berhasil ditangkap dan dihukum mati.
Setelah kejadian penangkapan Tumenggung Pasingsingan atas usaha
untuk melakukan pembunuhan terhadap Pangeran Hadi Mataram, Pangeran Hadi
Mataram memanggil Pangeran Timur untuk menghadapnya. Di hadapan Pengeran Hadi
Mataram, Pangeran Timur mengakui atas kesalahannya yang telah terperdaya oleh cinta
yang akhirnya menggiringnya untuk mengikuti rencana jahat Tumenggung
Pasingsingan. Pangeran Hadi Mataram menyadari bahwa kejadian ini tidak akan
terjadi jika saja Rara Mangli tidak memiliki permintaan semacam itu. Pada
akhirnya Pangeran Hadi Mataram menanyakan kepada Pangeran Timur apakah ia
sanggup jika Pangeran Hadi Mataram meminta nyawa Rara Mangli. Pangeran Timur
pun menyanggupinya dan langsung menemui Rara Mangli.
Saat bertemu dengan Rara Mangli, Pangeran Timur mencoba untuk
melaksanakan apa yang telah disanggupinya dengan Pangeran Hadi Mataram. Dialog
antara keduanya pun terjadi. Pangeran Timur menyalahkan Rara Mangli yang telah
menyebabkan kekacauan di tanah Mataram. Namun, Rara Mangli tidak terima jika ia
lah satu-satu orang yang bersalah atas kekacauan tersebut dan balik menyalahkan
Pangeran Timur—andai saja Pangeran Timur tidak jatuh cinta kepada Rara Mangli
atau tidak menuruti apa yang menjadi permintaan Rara Mangli maka kejadiannya
tidak akan seperti itu. Lebih lanjut, Rara Mangli juga menyalahkan Pangeran
Timur bahwa ia seharusnya tidak hanya mau enaknya saja tanpa mau menanggung
resiko yang ada dan malah menyalahkan orang lain atas masalah yang menimpanya.
Pangeran Timur akhirnya tidak tega membunuh Rara Mangli.
Di suatu waktu Rara Mangli meratapi masalah dan beban berat yang
telah menimpanya. Betapa malangnya Rara Mangli ini yang awalnya mendambakan
suatu kebahagiaan, kedudukan, dan pangkat, namun pada akhirnya kesengsaraanlah
yang malah ia dapatkan. Tidak sanggup memikul masalah dan beban itu sendiri,
akhirnya Rara Mangli mengakhiri hidupnya [Selesai].
Dari kisah yang diceritakan melalui pertunjukan ketoprak “Rembulan
Kekalang” ini setidanya ada beberapa hal yang bisa saya ambil hikmahnya dan
mungkin nantinya akan bermanfaat bagai saya apabila menjadi seorang pendidik
nanti.
1.
Sebaiknya
kita tidak boleh berburuk sangka terhadap orang lain. Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, tentu saja setiap siswa
memiliki ke-mampuannya masing-masing dalam memahami hal yang mereka pelajari.
Tidak baik bagi seorang pendidik untuk berburuk sangka kepada siswa yang
kemampuan untuk memahaminya sedikit lambat dibanding siswa lain dan lantas
mengatakan bahwa siswa tersebut malas untuk belajar atau lebih kejamnya
mengatakan bahwa siswa tersebut (maaf) bodoh. Karena pada dasarnya, apa yang
kita lihat belum tentu yang menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi.
2.
Berambisi
tinggi itu boleh saja, namun yang harus diingat adalah sudahkah kita berkaca
pada diri sendiri dan sudah pantaskah diri kita untuk mencapai ambisi tersebut. Terkadang kita lupa akan kemampuan yang kita miliki lalu berani
untuk berambisi tingga dan pada akhirnya kita tidak siap menghadapi kondisi
saat ambisi kita tersebut sudah terpenuhi.
3.
Semua
yang ada di dunia ini ada ilmunya. Untuk menjadi pemimpin bukanlah hal sesederhana menjadi orang
yang dipimpin. Untuk dapat menjadi pemimpin tentunya diperlukan ilmu yang
matang dan kesiapan yang matang pula, sehingga nantinya tidak “terkaget-kaget”
apabila dihadapkan dengan suatu masalah.
4.
Bahwa
tindak kebajikan pasti akan mengalaskan tindak angkara murka. Oleh karena itu, jangan malu untuk selalu berbuat baik meskipun
ditentang oleh banyak orang. Karena sebaik-baiknya tindakan adalah tindakan
yang didasarkan pada hati nurani, bukan ambisi yang salah.
REVIEW
VIDEO
Judul Video :
Filsafat Bagian 1, by Marsigit, Thuersday 17 Okt 2019
Narasumber :
Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Mata Kuliah :
Filsafat Pendidikan Sekolah Dasar
Nama :
Bherrio Dwi Saputra
Dalam pemikiran
filsafat, hidup manusia adalah metafisik karena setelah yang ada masih ada
lagi. Sebelum yang ada masih ada lagi, terus dan terus dan tidak akan selesai.
Maju tidak selesai dan mundur tidak selesai. Mengapa? Karena manusia tidak
sempurna.
Mengapa
manusia tidak sempurna? Supaya manusia bisa hidup. Sebab, kalau manusia
sempurna ia tidak bisa hidup. Jadi manusia itu sempurna itu di dalam
ketidaksempurnaan dan tidak sempurna di dalam kesempurnaan.
Kemudian awal
dari segala macam kegiatan, sifat, dalam diri manusia adalah namanya fatal dan
vital. Apakah fatal itu? Fatal adalah terpilih? Apakah terpilih itu? Terpilih
adalah takdir. Seperti contoh ketika saya mengambil benda berwarna putih, warna
putih ini adalah takdir. Mengapa disebut takdir? Karena sudah terjadi.
Kemudian
vital. Apakah vital itu? Vital adalah memilih. Apakah memilih itu? Memilih itu
adalah ikhtiar. Jadi simpulannya fatal-vital, memilih dan ikhtiar. Kemudian
dari situ muncul metafisiknya. Apa itu metafisik? Metafisik itu sifat di balik
sifat. Sifat mendahului sifat. Sifat mengikuti sifat. Sifat mempunyai sifat.
Maka
sebenar-benar manusia adalah sifat mendahului sifat, sifat mengikuti sifat, dan
sifat mempunyai sifat. Contoh sifat di sini adalah sifat tetap. "Saya
tidak bisa mengubah takdir bahwa yang terpilih tadi adalah benda berwarna
putih". Itu sudah terjadi bahwa bagaimana pun juga sudah tercatat. Sudah
terjadi itulah suratan takdir.
Manusia mana
yang bisa mengubah takdir? Bahwa benda yang terpilih tadi adalah yang berwarna
putih. Malaikat pun tidak bisa mengubahnya. Itulah kuasa Tuhan. Maka siapapun
saja tidak bisa mengubah takdir ketika sudah "kun fayakun". Ketika
salah satu hilang dari fatal atau vital tadi, maka tidak ada kehidupan.
Dari ilustrasi
ini sebenarnya kita sudah berfilsafat. Misal kita menulis tetap jika ditambah
isme ya menjadi tetapisme, berubahisme. Ada juga idealisme dan realisme. Itulah
dunia filsafat. Misal kita ke toko sepatu ya kita bicara ukurannya, harganya.
Kalau ngomong yang lain ya tidak nyambung. Itulah kecerdasan daalam filsafat
karena tahu ruang dan waktu. Sedangkan orang bodoh tidak mengerti ruang dan
waktu.
Kemudian di
atas ideal ada absolutisme dan spiritualisme, terus kuasa Tuhan atau kausa
prima. Kausa prima adalah sebab dari semua sebab. Di bawah realisme semakin ke
bawah kita bertemu dengan materialisme, bendaisme.
Logika itu
apa? Logika adalah koheren, sedangkan di bawah adalah korespondensi. Apakah
yang yang berkorespondensi? Realita, fakta, dan persepsi. Saya mencontohkan,
wanita, perempuan. Memakai logika dan keherensi itu sudah paham. Kemudian
setelah logika, koherensi adalah analitik. Kemudian di bawah adalah sintetik. Maka
wanita, perempuan, melahirkan itu satu rumpun. Tidak ada orang yang bertanya
apakah bapak-bapak pernah melahirkan?
Filsafat
adalah seperti itu, bisa dipahami melalui kalimat yang terukur. Kebanyakan
orang tidak menguasai masalah karena tidak menguasai dunianya, termasuk
bahasanya, bahasa itu dunia.
Setelah konsisten
adalah aksioma dan teori. Aksioma itu ketentuan-ketentuan umum yang bisa
dipahami. Kemudian di bawahnya adalah bayangan. Di atas langitnya, di bawah
buminya. Kalau di atas dewanya, di bawah daksanya.
Kemudian di
atasnya adalah aturan atau hukum, dan hukum yang penting adalah aturan Tuhan,
dan di atasnya itu adalah formal dan di bawah material. Semua deratan di ini
adalah alat untuk berselancar dalam berfilsafat.
Semua yang di
atas adalah apriori, dan di bawah adalah aposteriori. Apriori itu paham walaupun
belum melihat. Kalau binatang kebanyakan aposteriori. Seperti contoh kucing
kalau ada tikus lewat, itu ekornya gerak-gerak. Anak-anak juga seperti itu.
Kalau orang dewasa kebanyak sudah apriori.
Aposteriori
itu levelnya anak-anak, binatang, dan benda, dan didasarkan pada pengalaman.
Jadi pengetahuan yang jenis ini didasarkan pengalaman, fenomena satu kepada
peristiwa berikutnya. Dikarenakan pengalaman, munculllah empirisme. Sedangkan
yang apriori adalah rasionalisme.
Dalam konsep /
teori, yang bawah adalah Heraclitos, yang berpendapat segala sesuatu bisa
berubah. Sedangkan yang atas alirannya Parmenides yang berpendapat segela
sesuatu itu tetap.
Untuk Kuasa
Tuhan itu esa, maka lahirlah monisme. Jadi yang percaya Tuhan itu satu/esa,
filsafatnya adalah monoisme. Sedangkan yang di bawah adalah jamak itu
pluralisme. Yang percaya dua, adalah dualisme. Jadi Pancasila itu mono
dualisme.
Dalam konteks
ini mucullah tokoh bernama Immanuel Kant. Sebelum Immanuel Kant, tokoh
rasionalisme itu René Descartes, selain rasionalisme, ia juga tokoh
skeptisisme. Sebenarnya, filsafat itu mengalir, karena skeptisisme itu sudah
ada sejak zaman Yunani Kuna ((abad ke-8 sampai abad ke-6 SM) sampai berakhirnya
Abad Kuno). Lalu ditentang oleh empirisisme David Hume.
Zaman dulu
seru itu pertentangannya, seperti Pilpres kemarin. Oh neraka-neraka, oh
surga-surga, seru sekali. Namun sekarang bubar, mudah-mudahan tidak ada lagi
kampret dan cebong.
Descartes itu
skeptisnya luar biasa. Pada saat musim dingin di sana, ia tidak bisa membedakan
benda-benda. Sampai-sampai, ia meragukan keberadaan Tuhan. Akhirnya ia
menemukan satu kunci yang tidak bisa dibantah. Maka ketemulah, aku tidak bermimpi
karena aku tidak berpikir. Cogito ergo sum adalah sebuah ungkapan yang
diutarakan oleh Descartes, sang filsuf ternama dari Prancis. Artinya adalah:
"aku berpikir maka aku ada".
Aposteriori
itu levelnya anak-anak, binatang, dan benda, dan didasarkan pada pengalaman.
Jadi pengetahuan yang jenis ini didasarkan pengalaman, fenomena satu kepada
peristiwa berikutnya. Dikarenakan pengalaman, munculllah empirisme. Sedangkan
yang apriori adalah rasionalisme.
Jadi
sebenar-benarnya ilmu, menurut Descartes
harus berdasarkan rasio, pikiran. Kalau tidak ada pikiran tidak ada
ilmu. Namun ini ditentang oleh David Hume tadi. Sebenarnya-benar kamu berpikir,
kalau belum mengalami ya belum benar.
Maka muncul
aliran tengah, yaitu Immanuel Kant, yang menyatakan perwakilan langit dan bumi.
Langit itu apriori, dan bumu itu sintetik yang ini ditulis di bukunya Kant.
Kemudian setelah ini mucullah zaman modern dalam filsat itu munculnya setelah
pertarungan antara Descartes dengan Hume tadi. Setelah itu kemudian
berkembang-berkembang, lalu muncullah tokoh bernama Auguste Comte yang
meninggal pada 1857. Mengapa saya ingat? Karena 100 tahun kemudian saya lahir.
Jika Comte
hanya berteori, namun era saintifik dan teknologi saat ini justru kita melebihi
dari apa yang dilakukan Comte. Karena teknologi itu positifnya membawa
kesejahteraan, namun negatifnya adalah melahirkan kemunafikan. Maka dalam konteks ini, ada archaic, terus tribal, atasnya tradisional, kemudian
feodal, lalu modern, lalu post modern/power now/kontemporer. Saat ini keadaanya
demikian, dan ini dibackup kapitalisme, materealisme, pragmatisme, utilitarian,
dan liberalisme.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI Nama Lengkap : Bherrio Dwi Saputra S.Pd, M.Pd Tempat, Tanggal, Lahir : Sragen, 18 September 1994 Jenis...