Selasa, 12 Oktober 2021

Transendental Estetika

 

Transendental Estetika


Menurut Kant, ruang dan waktu bukanlah realitas yang eksis dalam dirinya sendiri, sebagaimana dipercaya oleh Newton. Ruang dan waktu juga bukan realitas yang dihasilkan oleh pengalaman, sebagaimana dipertahankan oleh Aristoteles. Ruang dan waktu lebih merupakan bentuk-bentuk apriori, bukanlah eksistensi dari sesuatu tetapi posibilitas dari keberadaannya yang termanifestasi di dalam diri kita. Lebih singkatnya ruang dan waktu itu adalah bentuk-bentuk yang subjektif

Transendental Estetika merupakan keindahan dari suatu keadaan yang tidak didasarkan pengalaman ataupun penalaran. Nilai transendental merupakan suatu yang bergerak di luar rentangan pengalaman manusia yang aktual atau sehari-hari dan juga tidak berdasar pada penalaran dan kekuatan mendeskripsikan. Nilai transendental tidak dapat ditemukan atau dipahamkan dengan pengalaman praktis melainkan diketahui dengan intuisi. Intuisi yang dimaksud adalah daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari, bisikan hati, gerak hati (Mustopo, 1988:123-129).

Transendental estetika ini meneliti keindraan. Alat indra kita menimbulkan tanggapan. Menurut Kant, setiap benda harus memenuhi ruang serta berlangsung dalam waktu. Tanggapan ruang dan waktu merupakan satu syarat mutlak bagi setiap pengalaman atau pengamatan suatu benda. Oleh karena itu, Kant menyebut ruang dan waktu itu sebagai “bentuk pengamatan yang aprioris” (sebelum pengalaman). Dengan perkataan lain, kita mengamati sesuatu dalam ruang dan waktu, bukan karena adanya ruang dan waktu pada objek, melainkan berkat keindraan, yaitu suatu kesanggupan budi kita; suatu makhluk yang tidak memiliki keindraan tidak akan mungkin mengamati ruang dan waktu.

Adapun ruang dan waktu bukan innate idea, melainkan termasuk struktur budi kita. Misalnya, seorang yang memakai kaca mata biru maka segala sesuatu yang dilihatnya tampak biru. Ilmu pasti dimungkinkan oleh bentuk pengamatan aprioris karena ada keindraan pada budi yang memiliki struktur bentuk-bentuk aprioris sehingga dapat menyusun ruang dan waktu. Ilmu pasti dibagi menjadi dua, yaitu ilmu ukur dan ilmu hitung. Ilmu ukur berdasarkan ruang. Dalam menyusun ilmu ukur dibutuhkan kesanggupan-kesanggupan untuk mengamati ruangan. Sedangkan ilmu hitung dibentuk berdasarkan waktu. Kedua ilmu ini merupakan ilmu pengetahuan karena ilmu ukur dan ilmu hitung terdiri atas pendapat sintetis aprioris.

Kant berhasil menunjukkan perbedaan antara a priori dan a posteriori dan mempertahankan pentingnya pengetahuan a priori. Kant memberikan garis besar mengenai apa yang dia mau tulis dalam bukunya. Satu hal yang penting untuk dicatat dalam membaca Kant lebih lanjut adalah bahwa Critique of Pure Reason bukanlah kritik terhadap penalaran murni, melainkan untuk memperlihatkan bahwa nalar murni adalah pengetahuan tertinggi yang bisa kita peroleh a priori. Critique of Pure Reason juga menunjukkan bahwa nalar juga memiliki batasan, dan tugas pengetahuan empiris adalah membuktikan dan menjelaskan pengetahuan kita itu agar dia tidak jatuh menjadi dogma semata. Pada saat yang sama Kant menjelaskan batasan dunia empiris dan juga batasan dunia metafisika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Biodata Diri

 DAFTAR RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI  Nama Lengkap : Bherrio Dwi Saputra S.Pd, M.Pd  Tempat, Tanggal, Lahir : Sragen, 18 September 1994  Jenis...