REVIEW
VIDEO
Judul Video :
Filsafat Bagian 1, by Marsigit, Thuersday 17 Okt 2019
Narasumber :
Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Mata Kuliah :
Filsafat Pendidikan Sekolah Dasar
Nama :
Bherrio Dwi Saputra
Dalam pemikiran
filsafat, hidup manusia adalah metafisik karena setelah yang ada masih ada
lagi. Sebelum yang ada masih ada lagi, terus dan terus dan tidak akan selesai.
Maju tidak selesai dan mundur tidak selesai. Mengapa? Karena manusia tidak
sempurna.
Mengapa
manusia tidak sempurna? Supaya manusia bisa hidup. Sebab, kalau manusia
sempurna ia tidak bisa hidup. Jadi manusia itu sempurna itu di dalam
ketidaksempurnaan dan tidak sempurna di dalam kesempurnaan.
Kemudian awal
dari segala macam kegiatan, sifat, dalam diri manusia adalah namanya fatal dan
vital. Apakah fatal itu? Fatal adalah terpilih? Apakah terpilih itu? Terpilih
adalah takdir. Seperti contoh ketika saya mengambil benda berwarna putih, warna
putih ini adalah takdir. Mengapa disebut takdir? Karena sudah terjadi.
Kemudian
vital. Apakah vital itu? Vital adalah memilih. Apakah memilih itu? Memilih itu
adalah ikhtiar. Jadi simpulannya fatal-vital, memilih dan ikhtiar. Kemudian
dari situ muncul metafisiknya. Apa itu metafisik? Metafisik itu sifat di balik
sifat. Sifat mendahului sifat. Sifat mengikuti sifat. Sifat mempunyai sifat.
Maka
sebenar-benar manusia adalah sifat mendahului sifat, sifat mengikuti sifat, dan
sifat mempunyai sifat. Contoh sifat di sini adalah sifat tetap. "Saya
tidak bisa mengubah takdir bahwa yang terpilih tadi adalah benda berwarna
putih". Itu sudah terjadi bahwa bagaimana pun juga sudah tercatat. Sudah
terjadi itulah suratan takdir.
Manusia mana
yang bisa mengubah takdir? Bahwa benda yang terpilih tadi adalah yang berwarna
putih. Malaikat pun tidak bisa mengubahnya. Itulah kuasa Tuhan. Maka siapapun
saja tidak bisa mengubah takdir ketika sudah "kun fayakun". Ketika
salah satu hilang dari fatal atau vital tadi, maka tidak ada kehidupan.
Dari ilustrasi
ini sebenarnya kita sudah berfilsafat. Misal kita menulis tetap jika ditambah
isme ya menjadi tetapisme, berubahisme. Ada juga idealisme dan realisme. Itulah
dunia filsafat. Misal kita ke toko sepatu ya kita bicara ukurannya, harganya.
Kalau ngomong yang lain ya tidak nyambung. Itulah kecerdasan daalam filsafat
karena tahu ruang dan waktu. Sedangkan orang bodoh tidak mengerti ruang dan
waktu.
Kemudian di
atas ideal ada absolutisme dan spiritualisme, terus kuasa Tuhan atau kausa
prima. Kausa prima adalah sebab dari semua sebab. Di bawah realisme semakin ke
bawah kita bertemu dengan materialisme, bendaisme.
Logika itu
apa? Logika adalah koheren, sedangkan di bawah adalah korespondensi. Apakah
yang yang berkorespondensi? Realita, fakta, dan persepsi. Saya mencontohkan,
wanita, perempuan. Memakai logika dan keherensi itu sudah paham. Kemudian
setelah logika, koherensi adalah analitik. Kemudian di bawah adalah sintetik. Maka
wanita, perempuan, melahirkan itu satu rumpun. Tidak ada orang yang bertanya
apakah bapak-bapak pernah melahirkan?
Filsafat
adalah seperti itu, bisa dipahami melalui kalimat yang terukur. Kebanyakan
orang tidak menguasai masalah karena tidak menguasai dunianya, termasuk
bahasanya, bahasa itu dunia.
Setelah konsisten
adalah aksioma dan teori. Aksioma itu ketentuan-ketentuan umum yang bisa
dipahami. Kemudian di bawahnya adalah bayangan. Di atas langitnya, di bawah
buminya. Kalau di atas dewanya, di bawah daksanya.
Kemudian di
atasnya adalah aturan atau hukum, dan hukum yang penting adalah aturan Tuhan,
dan di atasnya itu adalah formal dan di bawah material. Semua deratan di ini
adalah alat untuk berselancar dalam berfilsafat.
Semua yang di
atas adalah apriori, dan di bawah adalah aposteriori. Apriori itu paham walaupun
belum melihat. Kalau binatang kebanyakan aposteriori. Seperti contoh kucing
kalau ada tikus lewat, itu ekornya gerak-gerak. Anak-anak juga seperti itu.
Kalau orang dewasa kebanyak sudah apriori.
Aposteriori
itu levelnya anak-anak, binatang, dan benda, dan didasarkan pada pengalaman.
Jadi pengetahuan yang jenis ini didasarkan pengalaman, fenomena satu kepada
peristiwa berikutnya. Dikarenakan pengalaman, munculllah empirisme. Sedangkan
yang apriori adalah rasionalisme.
Dalam konsep /
teori, yang bawah adalah Heraclitos, yang berpendapat segala sesuatu bisa
berubah. Sedangkan yang atas alirannya Parmenides yang berpendapat segela
sesuatu itu tetap.
Untuk Kuasa
Tuhan itu esa, maka lahirlah monisme. Jadi yang percaya Tuhan itu satu/esa,
filsafatnya adalah monoisme. Sedangkan yang di bawah adalah jamak itu
pluralisme. Yang percaya dua, adalah dualisme. Jadi Pancasila itu mono
dualisme.
Dalam konteks
ini mucullah tokoh bernama Immanuel Kant. Sebelum Immanuel Kant, tokoh
rasionalisme itu René Descartes, selain rasionalisme, ia juga tokoh
skeptisisme. Sebenarnya, filsafat itu mengalir, karena skeptisisme itu sudah
ada sejak zaman Yunani Kuna ((abad ke-8 sampai abad ke-6 SM) sampai berakhirnya
Abad Kuno). Lalu ditentang oleh empirisisme David Hume.
Zaman dulu
seru itu pertentangannya, seperti Pilpres kemarin. Oh neraka-neraka, oh
surga-surga, seru sekali. Namun sekarang bubar, mudah-mudahan tidak ada lagi
kampret dan cebong.
Descartes itu
skeptisnya luar biasa. Pada saat musim dingin di sana, ia tidak bisa membedakan
benda-benda. Sampai-sampai, ia meragukan keberadaan Tuhan. Akhirnya ia
menemukan satu kunci yang tidak bisa dibantah. Maka ketemulah, aku tidak bermimpi
karena aku tidak berpikir. Cogito ergo sum adalah sebuah ungkapan yang
diutarakan oleh Descartes, sang filsuf ternama dari Prancis. Artinya adalah:
"aku berpikir maka aku ada".
Aposteriori
itu levelnya anak-anak, binatang, dan benda, dan didasarkan pada pengalaman.
Jadi pengetahuan yang jenis ini didasarkan pengalaman, fenomena satu kepada
peristiwa berikutnya. Dikarenakan pengalaman, munculllah empirisme. Sedangkan
yang apriori adalah rasionalisme.
Jadi
sebenar-benarnya ilmu, menurut Descartes
harus berdasarkan rasio, pikiran. Kalau tidak ada pikiran tidak ada
ilmu. Namun ini ditentang oleh David Hume tadi. Sebenarnya-benar kamu berpikir,
kalau belum mengalami ya belum benar.
Maka muncul
aliran tengah, yaitu Immanuel Kant, yang menyatakan perwakilan langit dan bumi.
Langit itu apriori, dan bumu itu sintetik yang ini ditulis di bukunya Kant.
Kemudian setelah ini mucullah zaman modern dalam filsat itu munculnya setelah
pertarungan antara Descartes dengan Hume tadi. Setelah itu kemudian
berkembang-berkembang, lalu muncullah tokoh bernama Auguste Comte yang
meninggal pada 1857. Mengapa saya ingat? Karena 100 tahun kemudian saya lahir.
Jika Comte
hanya berteori, namun era saintifik dan teknologi saat ini justru kita melebihi
dari apa yang dilakukan Comte. Karena teknologi itu positifnya membawa
kesejahteraan, namun negatifnya adalah melahirkan kemunafikan. Maka dalam konteks ini, ada archaic, terus tribal, atasnya tradisional, kemudian
feodal, lalu modern, lalu post modern/power now/kontemporer. Saat ini keadaanya
demikian, dan ini dibackup kapitalisme, materealisme, pragmatisme, utilitarian,
dan liberalisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar